“Sempat kita mewawancarai, namanya Pak Kosim warga Desa Tambakrejo yang dipercaya masih keturunan Sarip. Rumahnya tidak jauh kantor Balai Desa Tambakrejo. Yang diketahui Pak Kosim, sebatas tanah yang dulu pernah menjadi tempat tinggal Sarip dan Mboknya. Peninggalan lainnya, yakni keberadaan makam Mbok Sarip. Kosim sempat memperlihatkan letak makam Mbok Sarip yang berada satu komplek dengan makam tokoh ulama Desa Tambak Sumur, yakni makam Mbah Zaenal Abidin dan makam Mas Baedah,” terang alumni Filsafat UGM Yogyakarta itu.
Lanjut Wildan, makam yang ditunjukkan Kosim merupakan makam keluarga Mas baedah yang diyakini masih keturunan Sunan Gunung Jati dari jalur Sayyid Sulaiman, Betek, Mojoagung, Jombang. Makam ini sempat menjadi makam umum bagi warga Desa Tambaksumur, kemudian sekarang dijadikan tempat wisata religi.
“Dari penelurusan dengan Pak Kosim, kami masih menemui jalan buntu. Hingga akhirnya kita menemukan dokumen media cetak berbahasa Belanda tahun 1912. Sempat kita minta bantuan translater bahasa Belanda untuk membantu menerjemahkan,” ujarnya.
Dari sana kemudian, Wildan menelusuri makam di dekat Alun-alun Sidoarjo. Penelusuran dengan petunjuk makam umum dengan usia tua. Hingga kemudian Wildan dan timnya mendengar kabar ada batu nisan bertuliskan Sarip Tambakoso, letaknya di pemakaman umum TPU Kwadengan. Informasi itu kemudian mereka telusuri, antara yakin dan ragu, karena batu nisan itu terlihat masih baru dan terbuat dari marmer motif kotak sederhana.