Yang kemudian menjadi penemuan penting dalam melacak jejak makam Sarip, saat Didik menceritakan bahwa dulu saat masih remaja, ia mendapat cerita dari bapak dan mbahnya, kalau jasad Sarip dimakamkan di makam umum Kwadengan. Cerita ini sesuai dengan yang diceritakan Pak Purwandi. Kemudian diperkuat dengan dokumen media berbahasa Belanda yang menuliskan bahwa Sarip setelah ditembak mati kemudian jasadnya dibawa ke kadipaten untuk dihadapkan kepada pemerintah kolonial saat itu.
“Makam Kwadengan termasuk makam tua. Sebelum Taman Makam Pahlawan dibangun,tempat ini menjadi tempat pemakaman umum. Bahkan menurut cerita Pak Purwandi, banyak makam pahlawan yang dipindah ke TMP yang sekarang ini,” jelas Wildan.
Wildan juga tidak menutup informasi, bila saja masyarakat memiliki informasi pembanding dan temuan baru, pihaknya dengan senang hati akan menelusuri. Karena pencarian jejak makam Sarip ini menurut Wildan untuk kepentingan bersama, kepentingan warga Sidoarjo.
“Sarip sebagai simbol keberanian orang pribumi melawan kesewenang-wenangan kolonial,” pungkasnya.